BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Pada
dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya saja
problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari
orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada
juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian
dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa atau disebut sebagai anak
berkebutuhan khusus (children with special needs), memang tidak selalu
mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika mereka diinteraksikan
bersama-sama dengan anak- anak sebaya lainnya dalam system pendidikan regular,
ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan
sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Pembelajaran
untuk anak berkebutuhan khusus (student with special needs) membutuhkan suatu
strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing . Dalam penyusunan
progam pembelajaran untuk setiap bidang studi hendaknya guru kelas sudah
memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan
dengan karateristik spesifik, kemampuan dan kelemahanya, kompetensi yang
dimiliki, dan tingkat perkembanganya. Karakteristik spesifik student with
special needs pada umumnya berkaitan dengan tingkat perkembangan fungsional .
Karaktristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan sensori motor,
kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi social serta kreativitasnya.
Untuk
mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa seorang guru
terlebih dahulu melakukan skrining atau asesmen agar
mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan.
Tujuannya agar saat memprogamkan pembelajaran sudah dipikirkan mengenbai bentuk
strategi pembelajaran yanag di anggap cocok. Asesmen di sini adalah
proses kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik
dalam segi perkembangan kognitif dan perkembangan social, melalui pengamatan
yang sensitive. Kegiatan ini biasanya memerlukan penggunaan instrument khusus
secara baku atau di buat sendiri oleh guru kelas.
Model
pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang di persiapkan oleh
guru di sekolah, di tujukan agar peserta didik mampu berinteraksi terhadap
lingkungan social. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui
penggalian kemampuan diri peserta didik yang didasarkan pada kurikulum berbasis
kompetensi. Kompetensi ini terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi
kompetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari- hari dan kompetensi
akademik.Dalam makalah ini akan dibahas mengenai ”Pembelajaran bagi Anak
Berkebutuhan Khusus”
1.
2. Rumusan
Masalah
1. Apakah
definisi dari anak berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana
jenis dan karakteristik dan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus?
1.
3. Tujuan
1. Menjelaskan
definisi dari anak berkebutuhan khusus.
2. Mengidentifikasi
jenis dan karakteristik anak berkebutuhan khusus dan menjelaskan strategi
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.
BAB 2
ISI
2.1
Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan
mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara
signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial,
dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak
lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak
Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan
khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan
tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB
bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk
cacat ganda.
2.2
Jenis
Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
a.Tunagrahita
(Mental retardation)
Ada
beberapa definisi dari tunagrahita, antara lain:
1. American
Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan
retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual
umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes
individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam
perilaku adaptif.
2. Japan
League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22),
mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban,
yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam
perilaku adaptif; dan terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa
konsepsi hingga usia 18 tahun.
3. The
New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang
tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya
jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta
terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.
4. Definisi
tunagrahita yang dipublikasikan oleh American Association on Mental Retardation
(AAMR). Di awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi
intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan
adaptif mencakup area : komunikasi, merawat diri, home living, keterampilan
sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, functional academics, waktu luang, dan
kerja. Menurut definisi ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun.
5. Menurut
WHO seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual
secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan
diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun
cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa
indikasi sebagai berikut:
1. Penampilan
fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
2. Tidak
dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
3. Perkembangan
bicara/bahasa terlambat
4. Tidak
ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
5. Koordinasi
gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
6. Sering
keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
7. Nilai
standarnya 4
b. Tunalaras
(Emotional or behavioral disorder)
Tunalaras
adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar.
Menurut
Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku,
apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:
1. Tidak
mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.
2. Tidak
mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.
3. Bertingkah
laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.
4. Secara
umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak
menggembirakan atau depresi.
5. Bertendensi
kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau
permasalahan di sekolah.
Anak
yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa diidentifikasi melalui
indikasi berikut:
1. Bersikap
membangkang,
2. Mudah
terangsang emosinya,
3. Sering
melakukan tindakan aggresif,
4. Sering
bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
c. Tunarungu
Wicara (Communication disorder and deafness)
Tunarungu
adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun
tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran
adalah:
1. Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB),
2. Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan
pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).
Karena
memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat,
untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat
bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu
cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa
tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari
sesuatu yang abstrak.
Berikut
identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran:
1. Tidak
mampu mendengar,
2. Terlambat
perkembangan bahasa,
3. Sering
menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
4. Kurang/tidak
tanggap bila diajak bicara,
5. Ucapan
kata tidak jelas,
6. Kualitas
suara aneh/monoton,
7. Sering
memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
8. Banyak
perhatian terhadap getaran,
9. Keluar
nanah dari kedua telinga,
10. Terdapat
kelainan organis telinga.
·
Nilai standarnya 7.
d. Tunanetra
(Partially seing and legally blind)
Tunanetra
adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat
diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind)
dan low vision.
Definisi Tunanetra menurut Kaufman
& Hallahan adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau
tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam
indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain
yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus
diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media
yang digunakan harus bersifat taktualdan bersuara,
contohnya adalah penggunaan tulisan braille,
gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara
adalah tape recorder dan
peranti lunak JAWS.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar
mengenai Orientasi dan Mobilitas.
Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui
tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat
khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
Berikut
identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:
1. Tidak
mampu melihat,
2. Tidak
mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
3. Kerusakan
nyata pada kedua bola mata,
4. Sering
meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
5. Mengalami
kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
6. Bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
7. Mata
bergoyang terus.
·
Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak
mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra.
e. Tunadaksa
(physical disability)
Tunadaksa
adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainanneuro-muskular dan
struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan,
termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan
aktivitas fisiktetap
masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan
motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki
keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan
fisik.
1. Anggota
gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
2. Kesulitan
dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
3. Terdapat
bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
4. Terdapat
cacat pada alat gerak,
5. Jari
tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
6. Kesulitan
pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
7. Hiperaktif/tidak
dapat tenang.
8. Nilai
standarnya 5.
f. Tunaganda
(Multiple handicapped)
Menurut
Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan
perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan
neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam
kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.
Walker
(1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut:
1. Seseorang
dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan
khusus.
2. Seseorang
dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi.
3. Seseorang
dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus.
g. Kesulitan
Belajar (Learning disabilities)
Anak
dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau
lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa,
berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca,berhitung,
berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia,
dan afasia perkembangan.
individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata,
mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak,
gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Berikut
adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca,
menulis dan berhitung:
1. Anak
yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
2. Perkembangan
kemampuan membaca terlambat,
3. Kemampuan
memahami isi bacaan rendah,
4. Kalau
membaca sering banyak kesalahan
·
Nilai standarnya 3.
1. Anak
yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
2. Kalau
menyalin tulisan sering terlambat selesai,
3. Sering
salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9,
dan sebagainya,
4. Hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca,
5. Tulisannya
banyak salah/terbalik/huruf hilang,
6. Sulit
menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
·
Nilai standarnya 4.
1. Anak
yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)
2. Sulit
membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
3. Sulit
mengoperasikan hitungan/bilangan,
4. Sering
salah membilang dengan urut,
5. Sering
salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya,
6. Sulit
membedakan bangun-bangun geometri.
·
Nilai standarnya 4.
h. Anak
Berbakat (Giftedness and special talents)
Menurut
Milgram, R.M (1991:10), anak berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140
atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet (Terman, 1925), mempunyai
kreativitas tinggi (Guilford, 1956), kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni
drama, seni tari dan seni rupa (Marlan, 1972).
Anak
berbakat mempunyai empat kategori, sebagai berikut:
1. Mempunyai
kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan
berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan
masuk akal.
2. Kemampuan
intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam matematika,
bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.
3. Berpikir
kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk
menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
4. Mempunyai
bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain.
Dari
keempat kategori di atas, maka anak berbakat adalah mereka yang mempunyai
kemampuan-kemampuan yang unggul dalam segi intelektual, teknik, estetika,
social, fisik (Freemen, J. 1975:120), akademik, psikomotor dan psikososial
(Sisk,1987 dalam Amin, M. 1996:3).
Berikut
identifikasi anak berbakat atau anak yang memilki kecerdasan dan kemampuan yang
luar biasa:
1. Membaca
pada usia lebih muda,
2. Membaca
lebih cepat dan lebih banyak,
3. Memiliki
perbendaharaan kata yang luas,
1. Mempunyai
rasa ingin tahu yang kuat,
2. Mempunayi
minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
4. Mempunyai
inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
5. Menunjukkan
keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
1. Memberi
jawaban-jawaban yang baik,
6. Dapat
memberikan banyak gagasan,
7. Luwes
dalam berpikir,
1. Terbuka
terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
8. Mempunyai
pengamatan yang tajam,
9. .
Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang.
10.
Mempunyai daya ingat yang kuat,
1. Tidak
cepat puas dengan prestasinya,
2. Peka
(sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
3. Menginginkan
kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
i. Anak
Autistik
·
Nilai standarnya 18.
Autism
Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan
pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak.
Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin &
Philips (1976) antara lain:
1. Senang
tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat,
dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
2. Selalu
diam sepanjang waktu.
3. Jika
ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton,
kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata
kemudian diam menyendiri lagi.
4. Tidak
pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi
sekelilingnya.
5. Tidak
tampak ceria.
6. Tidak
peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.
Secara
umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan
intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan
ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
j. Hyperactive
(Attention Deficit Disorder with Hyperactive)
Hyperactive
bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. (Batshaw &
Perret, 1986: 261).symptoms terjadi disebabkan oleh factor-faktor brain
damage, an emotional disturbance, a hearing deficit or mental retardaction. Dewasa
ini banyak kalangan medis masih menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention
deficit disorder (ADHD) (Solek, P. 2004:4)
2.3
Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak
berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer(sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporermeliputi:
anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah,
anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah
perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban
HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah
anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency andHiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk
menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu
memerlukan strategi khusus. Pendidikan
inklusi mempunyai pengertian yang beragam.Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang
menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru
agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat
setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling
membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar
kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan
bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan
tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini
menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak
berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara
itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan
bahwa pendidikan
inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua
anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler
bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan
sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus
setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari
semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan
dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya (Freiberg, 1995).
Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal
dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam
hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan
perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia
(termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan,
memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan
pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan
guru.
Di
bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
1. Strategi
pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi
pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari
semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan,
materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi
sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi
pembelajaran , antara lain:
1. Berdasarkan
pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan
induktf.
2. Berdasarkan
pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
3. Berdasarkan
pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
4. Berdasarkan
jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
5. Beradsarkan
interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain
strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan
yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2. Strategi
pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi
pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak
tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan
strategi pembelajaran adalah :
1. Pembelajaran
harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
2. Tidak
hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan
kecerdasan emosional.
3. Berorientasi
pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model
layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan
kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi
pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda
dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi
yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
1. Strategi
pembelajaran yang diindividualisasikan
2. Strategi
kooperatif
3. Strategi
modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi
yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat
pendidikan, sebagai berikut:
1. Pendidikan
integrasi (terpadu)
2. Pendidikan
segresi (terpisah)
3. Penataan
lingkungan belajar
5. Strategi
pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk
memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan
model-model pendekatan sebagai berikut;
1. Model
biogenetic
2. Model
behavioral/tingkah laku
3. Model
psikodinamika
4. Model
ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan
kesulitan belajar
1. Anak
berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial
teaching
2. Anak
berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat
kesalahan.
3. Anak
berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis
sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi
yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif,
induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif
dan modifikasi perilaku.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak
Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan
khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk
pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi
mereka.
Anak
berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer(sementara)
dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer
meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang
paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam,
anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang
menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah
anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment